Kita semua tahu bahwa mengulang-ulang (repeating) adalah cara klasik namun efektif untuk membentuk sebuah kebiasaan (habit) yang baru. Jika kita telusuri, maka kehidupan kita sesungguhnya dibentuk oleh beragam kebiasaan. Lucky adalah seseorang yang menyukai masakan chinese, oleh karena sejak kecil hingga dewasa dia berulangkali (baca: lebih sering) mengonsumsi chinese food dibanding jenis lainnya. Tentu yang paling "berjasa" dalam hal ini adalah mama saya, dengan menu masakannya yang selalu membuat saya homesick :)
Sebagai orangtua, saya dan istri pun mengaplikasikan "cara klasik" tersebut untuk mendidik anak kami. Kami mengajarkan dia menyapa orang lain, makan 3x sehari, dan yang paling susah hingga hari ini, mengajarkan dia tidur tepat waktu di malam hari. Maklum, ada unsur genetis di sini :) Yang jelas, apa yang kami lakukan sama seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orangtua. Jadi, tidaklah berlebihan jika ada orang pernah berkata: "Kalau mau tahu orangtuanya seperti apa, lihat saja anaknya." Tentu kita paham bahwa maksud kalimat ini melampaui aspek fisikal semata-mata.
Salah satu hal yang kami ulang-ulang ajarkan kepada anak kami--selain berdoa dan ibadah minggu (lihat posting-an sebelumnya)--adalah memuji Tuhan dengan nyanyian. Alasannya sederhana: pertama, supaya sejak dini dia paham bahwa dia ada di dalam dunia ini semata-mata untuk memuji Tuhan yang menciptakan dan mengasihi dia. Kedua, menyanyi adalah salah satu bahasa yang paling mendasar dari anak-anak, sekaligus aktivitas yang mereka sukai. Anak saya pun tidak terkecuali. Ketiga, menyanyi adalah medium yang sangat efektif di dalam mengimpartasikan kebenaran, dan daya lekatnya hampir tidak lekang oleh waktu. Kami bersyukur karena saya dan istri sama-sama menyukai musik, sama-sama suka bernyanyi, dan sama-sama bisa memainkan alat musik. Maka mengajarkan anak kami memuji Tuhan dengan nyanyian adalah sesuatu yang kami nikmati.
Pagi ini (waktu Grand Rapids), saya melihat dampak yang kian jelas dari pengulangan yang kami terapkan kepada anak kami. Dia bisa menyanyikan dua buah pujian di dalam ibadah--satu lagu hanya bait pertama, dan lagu lainnya hanya reff-nya. Saya takjub karena bahasa Inggris dia sangat minim. Dan saya terharu, karena kami sekeluarga bisa menyembah Tuhan bersama-sama dalam ibadah. Mengapa anak saya bisa seperti itu? Pengulangan. Ada dua wujudnya: pertama, kami mengajarkan dia puji-pujian yang selama ini dia dengar di ibadah. Kedua, ini lebih penting, dia mendengar sendiri kami menyanyikan lagu-lagu tersebut di rumah, di dalam mobil, dan di berbagai kesempatan. Alhasil, dalam waktu kurang dari dua bulan, anak kami bisa berpartisipasi di dalam ibadah. Namun lebih dari itu, kami dengan penuh syukur dapat mengatakan bahwa hampir semua lagu-lagu yang dia kuasai adalah pujian kepada Tuhan. Tidak ada habit yang terbentuk dalam waktu semalam. Kami mengulang-ulang aktivitas ini sejak hampir 4 tahun lalu. Ya, betul, sejak dia bayi! Bukan cuma saya dan istri, tetapi orangtua kami, keluarga besar kami, gereja tempat kami berjemaat dan melayani, mereka semua turut berbagian.
Tulisan ini pada dasarnya, saya buat sebagai 'batu peringatan' untuk kami sekeluarga atas karya Tuhan bagi kami. Namun tulisan ini juga merupakan ajakan bagi para orangtua Kristen dan bagi gereja. Pertama, kepada orangtua, apakah hidup anda dipenuhi pujian kepada Tuhan? Anak-anak belajar siapa itu Tuhan dan apa hubungannya dengan dia dari relasi orangtua dengan Tuhan. Apakah anda secara sengaja dan rutin mengajarkan anak anda memuji Tuhan? Bagi anda yang merasa tidak suka atau tidak bisa menyanyi, ayo lah! jika anda rela hanya makan kepala dan ceker ayam agar anak anda bisa makan paha atau dadanya, masakan anda tidak mau bela-belain belajar memuji Tuhan agar anak anda suka memuji Tuhan? Atau jangan-jangan anda takut terlalu sering mendengar suara Tuhan menegur anda lewat puji-pujian yang keluar dari mulut anak anda?
Kedua, kepada gereja, apakah gereja betul-betul mempersiapakan content ibadah yang dapat menolong jemaat mengembangkan habitus memuji Tuhan? Jangan mikir terlalu jauh. Mulai dulu dengan meyakini bahwa ibadah adalah moment di mana kita berjumpa dengan Tuhan, yang artinya menuntut persiapan yang sangat amat serius. Apakah gereja serius mendoakan ibadah Minggu? Apakah gereja serius memikirkan puji-pujian yang dinyanyikan dalam ibadah? Dua pertanyaan tersebut bisa menjadi langkah selanjutnya. Salah satu penyebab mengapa anak saya bisa menyanyikan lagu dalam bahasa Inggris adalah karena gereja tempat kami beribadah serius dalam merancang ibadah, termasuk memahami kekuatan dari pengulangan. Ada keseimbangan antara apa yang berulang dan apa yang berganti. Lagu yang dia kuasai sudah tentu adalah lagu yang terus berulang Minggu demi Minggu. Jadi, jangan buru-buru berpikir: "Kita harus terus improvisasi supaya ga bosan!" Improvisasi atau variasi punya kontribusi tersendiri, tetapi pengulanganlah yang memiki daya bentuk.
"haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu, dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun"
~Ul. 6:7~
Comments
Post a Comment