"Hidup ini adalah anugerah Tuhan," itulah pengakuan setiap orang yang percaya bahwa Tuhan ada. Bagi orang Kristen, pernyataan tersebut benar sebenar-benarnya. Orang Kristen mengakui bahwa hidup ini semata-mata anugerah Tuhan bukan hanya karena Tuhan yang memberi nafas kehidupan, tetapi juga karena Tuhan yang memberi kehidupan baru bagi manusia yang sudah mati karena dosa. "Hidup adalah anugerah Tuhan," adalah keyakinan yang tidak perlu dipersoalkan.
Yang seringkali menjadi persoalan adalah: "Seberapa banyak dan seberapa sering kita dibuat kagum oleh anugerah Tuhan?" Makin besar kekaguman kita akan anugerah Tuhan dan makin sering kita mengagumi anugerah Tuhan bagi kita, sangat mempengaruhi cara kita menjalani hidup ini. Tentu saja ini lebih dari sekadar informasi atau pengetahuan yang memiliki kekuatan untuk membuat seseorang mengagumi sesuatu. Kekaguman di sini melampaui ranah kognitif, dan masuk ke dalam ranah pengalaman yang nyata.
Ketika Paulus memulai pesan pastoralnya kepada Timotius di suratnya yang kedua (2 Timotius 1), ia kembali kepada fakta bahwa betapa mengagumkannya anugerah Tuhan. Mengagumkan karena telah direncanakan oleh Allah Bapa di dalam kekekalan. Mengagumkan karena rencana tersebut diwujudnyatakan oleh inkarnasi dan karya Kristus. Mengagumkan karena Roh Kudus yang memelihara agar anugerah itu terus menopang dan mengarahkan kehidupan si penerimanya. Kekaguman terhadap anugerah Tuhan, itulah yang membuat Paulus mati-matian mengarahkan hidupnya hanya pada satu tujuan: memberitakan berita anugerah tersebut meski harus menderita. Kekaguman inilah yang Paulus ingin agar terus dialami oleh Timotius ketika ia menjalani kehidupan dan pelayanannya.
Saya belajar satu hal penting: "Terus-menerus dibuat kagum oleh anugerah Tuhan harus menjadi kerinduan setiap penerima anugerah tersebut." Makin besar kekaguman kita akan anugerah Tuhan, makin kita hidup memuliakan Tuhan. Makin sering kita mengagumi anugerah Tuhan, makin kita tidak punya waktu untuk berbuat dosa--karena dosa adalah aktivitas mengagumi diri atau dunia.
Namun bagaimana kekaguman akan anugerah Tuhan makin besar jika saya tidak "memperbesar" waktu saya untuk merenungkan firman, yang menjelaskan siapa Tuhan dan karya-Nya dalam hidup saya? Bagaimana saya makin sering dibuat kagum oleh anugerah Tuhan jika saya tidak "mempersering" waktu saya untuk berkomunikasi dengan Tuhan di dalam doa? Ah, kiranya Tuhan mencurahkan anugerah-Nya, agar saya terus-menerus, setiap hari, berkali-kali, dibuat kagum oleh anugerah-Nya.
Comments
Post a Comment