Skip to main content

Minggu Terakhir Part 2

Baru beberapa jam yang lalu saya menyelesaikan tugas terakhir sebagai rohaniwan di GKY Singapore dengan berkhotbah. Baik khotbah di persekutuan pemuda maupun di dua kali ibadah Minggu, saya betul-betul mengalami pimpinan Tuhan dan merasakan urgensi dan signifikansi dari pesan firman Tuhan. Saya yakin rekan-rekan sejawat saya, para pengkhotbah, tahu bahwa itulah sukacita terbesar pada waktu menjelaskan kebenaran firman kepada jemaat. Pendeknya, hati saya meluap dengan rasa syukur atas kepercayaan yang Tuhan berikan untuk mengajarkan firman kepada jemaat. Menyelesaikan tugas terakhir di jemaat yang Tuhan percayakan dengan berkhotbah, menjadi penanda sekaligus pengingat bahwa panggilan saya sebagai seorang rohaniwan adalah untuk terus memberitakan firman.

Sebagaimana pengalaman selama 6,5 tahun menjadi rohaniwan, rasa lelah selalu menyertai rasa lega seusai berkhotbah. Namun mata saya belum bisa tertutup, pikiran saya belum berhenti berjalan, dan perasaan saya belum bisa rileks. Penyebabnya adalah apa yang baru saja saya nikmati bersama sebagian anggota jemaat GKY Singapore. Begini ceritanya,
Sehabis ibadah, kami sudah membuat janji untuk makan malam bersama dengan beberapa keluarga. Sebelum menuju ke tempat makan, kami mampir ke kantor gereja. Alangkah terkejutnya kami sekeluarga! Di dalam kantor gereja berkumpul puluhan anggota jemaat dan serempak berteriak: "Surprise!" Rupanya anggota persekutuan pasutri khusus berkumpul untuk membuat acara perpisahan bagi kami; ini "janjian makan malam" yang dimaksud. Mereka bukan hanya membawa anggota keluarga, namun juga membawa berbagai macam makanan. Saya tidak bisa membayangkan betapa sibuknya para istri-istri untuk mempersiapkan acara perpisahan ini.
Beberapa jam yang lalu, saya dan istri betul-betul tersentuh, terharu, dan merasa terhormat--istri saya bahkan sampai menangis. Bersama dengan anggota pasutri kami bernyanyi, berdoa, makan, dan berfoto. Di saat yang sama, anak-anak jemaat berseliweran di dalam ruangan yang tidak terlalu besar. Betul-betul bagaikan reuni akbar sebuah keluarga besar. Hingga jam ini, wajah-wajah anggota pasutri masih terbayang di benak saya. Sebagian besar dari mereka pernah menggendong anak saya, mengajarkan dia berbicara dan berjalan. Sebaliknya, sebagian besar dari anak mereka pun pernah saya gendong. Sebagian besar dari mereka adalah teman berbagi istri saya; mereka berbagi banyak hal, mulai urusan anak, urusan suami, dan urusan dapur. Sebagian besar dari mereka adalah teman ngobrol saya sesudah ibadah; kami ngobrol beragam topik, dari tempat makan, ekonomi, politik, dll. Ya, mereka adalah keluarga saya. Keluarga di dalam Kristus. Keluarga GKY Singapore. 

Untuk mereka, saya bersyukur kepada Tuhan: "Terima kasih Tuhan atas kehadiran-Mu melalui anggota Married Couple Fellowship." 

Untuk mereka, saya berdoa kepada Tuhan: "Kiranya Tuhan terus-menerus beranugerah bagi tiap keluarga, supaya mereka bisa menjadi terang Tuhan di rumah tangga, di gereja, dan di masyarakat." 

Untuk mereka, saya bertekad di hadapan Tuhan: "Sebagaimana mereka mengasihi dan mendukung hamba, mampukan hamba-Mu untuk terus memberkati banyak orang."

Photo Credit: Michael Limenta

Comments

Popular posts from this blog

El-Shaddai di Tengah Rapuhnya Hidup

Life is fragile!   Hidup ini rapuh!  Fakta ini kian disadari dan diakui akhir-akhir ini oleh manusia di seluruh belahan bumi.  Tidak perlu gelombang laut sedahsyat Tsunami, atau gempa bumi sebesar 9 skala Richter.  Hanya sebuah virus yang tidak kasat mata, tapi cukup digdaya untuk melumpuhkan hampir seluruh segi kehidupan, termasuk nyawa kita.  Saking rapuhnya hidup ini, sebuah virus pun sudah terlalu kuat untuk meluluhlantakkannya.  Semua kita rapuh, tidak peduli latar belakang pendidikan, ekonomi, dan sosial kita. Life is fragile!   Hidup ini rapuh!  Bagaimana kita bisa menjalani fakta ini?  Bagaimana kita bisa merangkul realitas ini, tanpa membiarkannya menggerogoti harapan hidup kita?  Tidak ada jalan lain: Kembali kepada Tuhan!  Kembali pada firman-Nya! Salah satu cara efektif yang bisa menolong kita untuk kembali kepada Tuhan dan firman-Nya adalah dengan memuji Tuhan.  Puji-pujian yang baik dapat mengarahkan, s...

Istriku

Engkau tidak marah ketika orang lain memanggilmu Ibu Lucky,      meski nama yang diberikan orangtuamu mungkin lebih indah Engkau tidak keberatan ketika harus lebih banyak mengerjakan urusan domestik,      meski gelar akademik dan kemampuanmu tidak kurang Engkau tidak protes ketika suamimu sedang frustrasi dengan tugas-tugasnya,      meski mungkin tugas-tugasmu sebagai ibu rumah tangga tidak kalah beratnya Engkau rela tidurmu terganggu oleh teriakan dan tangisan anakmu,      meski dia tidak membawa nama keluargamu sebagai nama belakangnya Engkau rela menggantikan peran ayah ketika suamimu sedang dikejar tenggat waktu,      meski engkau sendiri pun sudah 'mati gaya' untuk memenuhi permintaan anakmu Engkau rela waktu dan perhatian suamimu acapkali lebih besar untuk anakmu,      meski engkau sudah memberikan perhatian yang tidak sedikit untuk suamimu Engkau rela keinginanmu studi la...

Habitus Memuji Tuhan

Kita semua tahu bahwa mengulang-ulang ( repeating ) adalah cara klasik namun efektif untuk membentuk sebuah kebiasaan ( habit ) yang baru. Jika kita telusuri, maka kehidupan kita sesungguhnya dibentuk oleh beragam kebiasaan. Lucky adalah seseorang yang menyukai masakan chinese , oleh karena sejak kecil hingga dewasa dia berulangkali (baca: lebih sering) mengonsumsi chinese food dibanding jenis lainnya. Tentu yang paling "berjasa" dalam hal ini adalah mama saya, dengan menu masakannya yang selalu membuat saya homesick :) Sebagai orangtua, saya dan istri pun mengaplikasikan "cara klasik" tersebut untuk mendidik anak kami. Kami mengajarkan dia menyapa orang lain, makan 3x sehari, dan yang paling susah hingga hari ini, mengajarkan dia tidur tepat waktu di malam hari. Maklum, ada unsur genetis di sini :) Yang jelas, apa yang kami lakukan sama seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orangtua. Jadi, tidaklah berlebihan jika ada orang pernah berkata: "Kalau mau tah...