Hari ini saya memutuskan untuk menjadikan 2 Timotius sebagai teks meditasi selama beberapa hari ke depan. Keputusan ini bukan tanpa sebab, karena saya sungguh merasa perlu untuk dipersiapkan oleh Tuhan secara spiritual untuk memasuki masa transisi dalam pelayanan. Meskipun ibarat pulang ke rumah sendiri, namun tetap saja perlu adaptasi dan persiapan hati.
Memilih 2 Timotius juga dipicu oleh sebuah kenang-kenangan dari salah satu jemaat berupa buku berjudul Faithful to the End: A Preacher's Exposition of 2 Timothy, yang ditulis oleh Robert Solomon, bishop emeritus gereja Methodist di Singapore. Judul buku ini memberikan kesan tersendiri, karena saya berada di masa antara--menyelesaikan tugas di satu tempat dan akan memulai tugas di tempat lain. Judul buku ini seolah berbicara kepada saya bahwa tekad untuk setia sampai akhir haruslah menjadi langkah awal sebuah perjalanan pelayanan yang baru.
Segera setelah memulainya, saya langsung merasakan nuansa pastoral yang sangat kental dari surat ini. Surat ini ditulis dari seorang pelayan Tuhan yang sedang berada di penghujung ajalnya, kepada anak rohaninya yang relatif baru di dalam pelayanan. Latar belakang ini sangat relevan bagi saya. Di satu sisi, surat ini adalah kata-kata perpisahan dari seorang bapa rohani kepada anak rohaninya yang akan meneruskan pelayanan. Di sisi lain, surat ini adalah tindakan pastoral from a senior pastor to a new pastor.
Saya belajar dua hal penting lewat ayat-ayat pertama yang mengawali surat ini. Pertama, pentingnya seorang hamba Tuhan senior untuk mendukung dan membimbing hamba Tuhan junior atau baru, dan pentingnya yang junior atau baru memperhatikan bimbingan yang senior. Saya pernah jadi "senior," dan segera akan jadi junior lagi, tetapi suatu saat ketika usia biologis dan usia pelayanan bertambah, saya akan benar-benar menjadi senior. Maka sekali lagi, surat ini penting untuk dipelajari sehingga baik di posisi junior maupun senior, saya tetap dapat memberikan teladan rohani.
Namun yang lebih menarik, yaitu yang kedua, adalah bagaimana Paulus menginvestasikan hidupnya untuk melayani seorang anak muda bernama Timotius. Terlepas dari perdebatan berapa usia yang dikategorikan "muda" di zaman itu, yang jelas Timotius butuh dilayani, dibimbing, dan didoakan. Dan Paulus melakukan apa yang seharusnya ia lakukan, yaitu sungguh-sungguh melayani orang muda. Saya di dalam providensi Tuhan, senantiasa berada di tengah-tengah pelayanan orang muda. Bahkan di tengah-tengah tugas pelayanan penggembalaan yang umum, saya pun masih diberi kesempatan untuk menjadi pembina persekutuan pemuda. Maka surat ini seakan-akan menjadi sebuah "seruan" untuk kembali berdoa bagi anak-anak muda dan berbagi hidup dengan mereka. Jadi tidak sabar untuk mempelajari hal-hal yang ditekankan Paulus kepada anak muda dalam surat ini.
Saya mengakhiri tugas pelayanan di GKY Singapore dengan berkhotbah di persekutuan pemuda (31/1). Selanjutnya, sudah ada dua jadwal khotbah di kebaktian remaja dan persekutuan pemuda yang menanti saya di Jakarta. Jika Tuhan mengizinkan, saya rindu untuk terus bisa berbagi hidup dengan anak-anak muda. Berbagi hidup saya bersama Kristus dengan anak muda.
Last YF GKY SG |
Comments
Post a Comment