Skip to main content

Posts

Kemenangan di Tengah Pertandingan Hidup

Masa Prapaskah tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, dan mungkin tahun-tahun sesudahnya. Perasaan berbeda ini akan memuncak di Jumat depan, yaitu di peringatan Jumat Agung. Berbeda, karena biasanya di masa ini, ada begitu banyak ibadah khusus di gereja menjelang peringatan Jumat Agung dan Paskah. Tapi kali ini, sejak Minggu Prapaskah ke-3, gereja-gereja terpaksa mulai mengalihkan kebaktian di gereja ke ibadah online. Bahkan sudah hampir pasti, Jumat Agung dan Paskah tahun ini terpaksa dilakukan secara online. Seketika, segala persiapan dan perencanaan harus diubah, bahkan dibatalkan, demi menyesuaikan situasi. Bagi sebagian besar orang, ini pertama kalinya kita terpaksa beribadah Jumat Agung dan Paskah di rumah. Berbeda, karena biasanya di masa ini, upaya untuk menyelami penderitaan Kristus yang tersalib itu seringkali hanya sebatas latihan mental ( mental exercise ), yaitu sebatas membayangkan betapa ngerinya penderitaan dan kematian yang harus dialami oleh seseorang
Recent posts

Jalan Anugerah di Tengah Terjalnya Hidup

Hidup ini ibarat sebuah perjalanan. Tiap orang akan menapaki rute yang berbeda. Namun ketika jalan di depan kita tampak suram, muncul pertanyaan yang sama: " Mengapa kita tidak bisa menjauh dari jalan kehidupan yang terjal dan melelahkan ini? Sampai kapan rute perjalanan yang membuat langkah kaki ini terseok-seok akan berakhir?" Bukankah dua pertanyaan ini -- why and how long -- sering muncul akhir-akhir ini, khususnya ketika jumlah korban positif Covid-19 kian menanjak tajam, dan yang menjadi korban adalah orang-orang yang dekat dengan kita? Kabar buruknya, kita tidak selalu mendapatkan jawaban yang memuaskan atas dua pertanyaan ini. Tetapi kabar baiknya, sesungguhnya kita tidak pernah berjalan sendirian. Ada Tuhan yang berjalan bersama dengan kita. Ada Tuhan, Sang Pembuat jalan kehidupan itu, yang menemani kita di sepanjang jalan hidup ini. Maka tidaklah berlebihan jika sebuah lagu menyatakan bahwa perjalanan kehidupan anak-anak Tuhan sesungguhnya adalah:  恩典之路 /Jal

El-Shaddai di Tengah Rapuhnya Hidup

Life is fragile!   Hidup ini rapuh!  Fakta ini kian disadari dan diakui akhir-akhir ini oleh manusia di seluruh belahan bumi.  Tidak perlu gelombang laut sedahsyat Tsunami, atau gempa bumi sebesar 9 skala Richter.  Hanya sebuah virus yang tidak kasat mata, tapi cukup digdaya untuk melumpuhkan hampir seluruh segi kehidupan, termasuk nyawa kita.  Saking rapuhnya hidup ini, sebuah virus pun sudah terlalu kuat untuk meluluhlantakkannya.  Semua kita rapuh, tidak peduli latar belakang pendidikan, ekonomi, dan sosial kita. Life is fragile!   Hidup ini rapuh!  Bagaimana kita bisa menjalani fakta ini?  Bagaimana kita bisa merangkul realitas ini, tanpa membiarkannya menggerogoti harapan hidup kita?  Tidak ada jalan lain: Kembali kepada Tuhan!  Kembali pada firman-Nya! Salah satu cara efektif yang bisa menolong kita untuk kembali kepada Tuhan dan firman-Nya adalah dengan memuji Tuhan.  Puji-pujian yang baik dapat mengarahkan, sekaligus membenamkan kita dalam kebenaran-kebenaran tentang

"Lagu persembahan kok nadanya minor?"

Salah satu tanggung jawab saya sebagai rohaniwan bidang ibadah adalah menyusun liturgi dan memilih lagu. Beruntungnya, saya tidak sendirian. Tugas yang mahaberat dan tak mengenal kata selesai ini saya emban bersama dengan 4 orang rekan rohaniwan lain (3 di antaranya adalah lulusan musik gerejawi). Kami terus-menerus menantang diri untuk membaca bahan-bahan yang baik,  mendiskusikan tradisi dan inovasi yang berkembang di dunia liturgi dan ibadah, termasuk mengumpulkan, menerjemahkan, menggubah, bahkan menciptakan lagu-lagu yang baik sebagai bentuk penggembalaan kepada jemaat melalui ibadah komunal. Kali ini, saya kebagian giliran untuk menyusun liturgi khusus untuk masa Pra-Paskah. Lebih dari sekadar menjadi masa persiapan memperingati Jumat Agung dan merayakan Paskah, kami rindu agar masa yang dikenal dengan istilah Lent ini juga dihayati sebagai masa pertobatan. Tujuannya agar selepas masa ini, jemaat menyadari bahwa bertobat dan kembali kepada Tuhan merupakan sebuah disiplin

Dear Adik-adikku

21 tahun lalu, tidak ada satupun dari antara kita berempat yang berani bermimpi untuk duduk di bangku kuliah.  Kita sama-sama tahu, dengan kondisi ekonomi keluarga kita yang morat-marit sejak 2 tahun sebelumnya, untuk biaya sekolah saja kita harus memohon keringanan.  Aku masih ingat, uang SPP-ku waktu itu hanya Rp.16.000 per bulan.  Itupun berat untuk kita.  Ditambah dengan berpulangnya papa kita yang terkasih, kita semua sadar bahwa kita hanya punya satu tujuan: menamatkan SMA dan bekerja.  Selagi kita masih belum mampu menghasilkan uang, satu-satunya yang kita bisa lakukan waktu itu adalah mengeluarkan uang sesedikit mungkin dari yang sudah sedikit itu.  Tentu saja ada banyak orang-orang yang senasib dengan kita, atau malah lebih susah hidupnya.  Namun masih teringat jelas waktu aku SMP, aku tidak punya uang mengganti sepatuku yang sudah ‘minta makan’.  Temanku, Andhika, dia yang memberikan sepatu bekasnya untukku. Kakak kelasku, Joseph, dia memberikan tas merk Alpina miliknya yang

Latihan Rohani di WC

Dulu sewaktu di seminari, saya sering mendengar kisah perjuangan para dosen yang pernah menempuh studi lanjut di Amerika. Salah satu cerita yang paling umum selain berjuang untuk beradaptasi adalah berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ya, mereka harus belajar sambil bekerja di kampus. Bekerja sebagai janitor atau tukang bersih-bersih adalah jenis pekerjaan yang relatif paling mudah didapatkan mengingat pekerjaan di kampus sangat terbatas. Dan itulah yang mereka kerjakan! Dulu saya sulit membayangkan mereka yang adalah dosen saya harus bekerja sebagai janitor . Namun sekarang, saya pun menjalani kisah yang sama dengan mereka. Sudah sekitar 6 bulan lamanya saya bekerja membersihkan WC di kampus. Salah seorang teman di sini pernah nyeletuk dengan nada bercanda: "Kerja janitorial menolong kita untuk tetap rendah hati." Saya setuju dengan beliau. Bukan berarti menjadi janitor adalah pekerjaan yang lebih rendah, sebab setidaknya di sini, membersihkan WC dan menjadi asist

Jadikan Aku Tuhan, "Karet Gelang-Mu"

Sound familiar ? Betul, saya memang sedikit "memelesetkan" bagian reff dari sebuah lagu yang cukup populer di persekutuan-persekutuan doa di banyak gereja, "Jadikan Aku Rumah Doa-Mu." Tidak ada yang salah dengan kalimat lagu tersebut. Lalu pertanyaannya, "Kenapa dipelesetkan?" Penasaran toh. Begini ceritanya . . . Dari kemarin (10/11) saya terus mencari apa yang spesial di hari itu. Bukan! Saya tidak mencari hadiah atau kue ulang tahun, meskipun itu adalah hari ulang tahun saya. Ngomong2 , sebelum lupa, terima kasih untuk teman-teman yang sudah mengucapkan selamat maupun mendoakan saya. Yang saya cari adalah apa pesan khusus dari Tuhan yang perlu saya refleksikan di hari yang bersejarah dan tidak akan terulang lagi ini. Well,  tampaknya tidak ada. Kebetulan kami sekeluarga sedang sibuk. Anak di sekolah, istri ada beberapa pertemuan, saya bergulat dengan Martin Luther. Hari yang spesial diakhiri dengan kerja membersihkan toilet di kampus. Pagi tad