Skip to main content

El-Shaddai di Tengah Rapuhnya Hidup


Life is fragile!  Hidup ini rapuh!  Fakta ini kian disadari dan diakui akhir-akhir ini oleh manusia di seluruh belahan bumi.  Tidak perlu gelombang laut sedahsyat Tsunami, atau gempa bumi sebesar 9 skala Richter.  Hanya sebuah virus yang tidak kasat mata, tapi cukup digdaya untuk melumpuhkan hampir seluruh segi kehidupan, termasuk nyawa kita.  Saking rapuhnya hidup ini, sebuah virus pun sudah terlalu kuat untuk meluluhlantakkannya.  Semua kita rapuh, tidak peduli latar belakang pendidikan, ekonomi, dan sosial kita.
Life is fragile!  Hidup ini rapuh!  Bagaimana kita bisa menjalani fakta ini?  Bagaimana kita bisa merangkul realitas ini, tanpa membiarkannya menggerogoti harapan hidup kita?  Tidak ada jalan lain: Kembali kepada Tuhan!  Kembali pada firman-Nya!
Salah satu cara efektif yang bisa menolong kita untuk kembali kepada Tuhan dan firman-Nya adalah dengan memuji Tuhan.  Puji-pujian yang baik dapat mengarahkan, sekaligus membenamkan kita dalam kebenaran-kebenaran tentang Tuhan di dalam firman-Nya.  Maka beberapa hari ke depan, blog ini akan mengusulkan lagu pujian yang bisa menolong kita untuk mengingat dan memegang janji Tuhan di tengah situasi yang tidak pasti ini.  Anda bisa menyanyikan lagu ini saat meditasi pagi, sebelum makan siang, atau menjelang tidur malam.  Namun yang tidak kalah penting, Anda perlu membaca referensi ayat Alkitab yang saya cantumkan, supaya kata-kata firman Tuhan sendirilah yang berbicara dengan penuh kuasa, melampaui lirik lagu-lagu yang terbatas.  Oya, saya akan mengusulkan lagu-lagu yang diciptakan dalam bahasa Indonesia, Mandarin, dan Inggris, karena inilah konteks jemaat yang saya layani.
Lagu pertama yang hendak saya usulkan adalah “El-Shaddai.”  Saya mengenal lagu ini sejak remaja, dan sampai hari ini lagu ini masih dipakai oleh Tuhan untuk menguatkan saya dan jemaat yang saya layani.  Ini liriknya:

Tak usah ku takut, Allah menjagaku
Tak usah ku bimbang, Yesus p’liharaku
Tak usah ku susah, Roh Kudus hiburku
Tak usah ku cemas, Dia memberkatiku

El-Shaddai, El-Shaddai, Allah mahakuasa
Dia besar, Dia besar, El-Shaddai mulia
El-Shaddai, El-Shaddai, Allah mahakuasa
Berkat-Nya melimpah, El-Shaddai

Meski genre musik dari lagu ini mungkin terkesan jadul di telinga kaum milenial, tetapi lirik lagu ini sarat dengan kebenaran-kebenaran penting tentang Tuhan.  Saya tidak mengenal penulisnya, dan tidak tahu persis apakah beliau secara khusus memasukkan unsur-unsur teologis ke dalam lagu ini.  Tetapi yang jelas, setidaknya ada dua kebenaran yang bisa kita renungkan dari lirik lagu ini.
Pertama, Allah Tritunggal yang kita sembah memperhatikan anak-anak-Nya yang bergumul di dunia.  Perhatikan bait lagu ini!  Allah Bapa yang kita sembah adalah Pencipta alam semesta yang terdiri dari beragam makhluk hidup dan jutaan spesies, milyaran bintang dan planet, dan yang menjadikan manusia seturut gambar dan rupa-Nya (Mazmur 8).  Dan lagu ini mengatakan bahwa Allah Sang Pencipta kehidupan itulah yang menjaga kita.  Itulah sebabnya, kita tidak perlu dikuasai oleh ketakutan.  Lalu, Allah Sang Pencipta mengutus Anak-Nya, Yesus Kristus, untuk menebus kita.  Kasih Yesus tidak berhenti di kayu salib dan kubur kosong, namun terus “memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan” (Ibrani 12:2).  Seperti lirik lagu ini, Yesuslah yang memelihara iman kita di saat angin kebimbangan menerpa hidup kita. Bahkan di tengah kesusahan sekalipun, Roh Kudus yang bertahta di dalam hati kita sanggup untuk memberikan penghiburan yang kita butuhkan.  Suatu penghiburan yang menjadi jaminan bahwa kita tidak pernah sendirian, bahkan di tengah dunia yang bergejolak (Yoh. 14:18-31).  Dan berkat dari Allah Tritunggal inilah yang memampukan kita untuk tidak perlu cemas menjalani hari-hari kita, sebab Allah yang kita sembah memperhatikan anak-anak-Nya yang bergumul di dunia ini.
Kedua, Allah yang kita sembah memperkenalkan diri-Nya sebagai Allah yang Mahakuasa, El-Shaddai.  Artinya, tidak ada sesuatupun yang terlalu sulit atau mustahil bagi Allah (Kejadian 18:15; Yeremia 32:27; Lukas 1:37).  Tidak ada kondisi yang terlalu sulit yang tidak mampu Allah pulihkan.  Tidak ada masalah yang terlalu besar yang tidak bisa Allah selesaikan.  Dan bukankah itulah kalimat pembuka dari Pengakuan Iman yang tiap Minggu kita ikrarkan di kebaktian: “Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa . . . ?”  Yang Mahakuasa mampu dan mau mencurahkan berkat-Nya yang limpah, dan tidak ada siapapun atau apapun yang bisa menahan berkat yang Tuhan sediakan bagi anak-anak-Nya.
Life is fragile!  Hidup ini rapuh!  Tetapi kita punya Tuhan yang sanggup untuk menopang yang rapuh ini sehingga tidak hancur berkeping-keping karena masalah hidup.  Di tengah segala kegelisahan kita, mari kita pegang erat-erat kebenaran ini.  Izinkan kebenaran firman Tuhan menguasai hati dan pikiran kita, bahkan mulut kita pada waktu kita melantunkan pujian ini!


Comments

  1. Great article. God is in it all.

    ReplyDelete
  2. Thanks Bro. This is such a blessing to me. God is great and He is good.

    ReplyDelete
  3. Thank you, Pastor. Tuhan dimuliakan

    ReplyDelete
  4. Tuhan Itu Baik....Luar Biasa....

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Habitus Memuji Tuhan

Kita semua tahu bahwa mengulang-ulang ( repeating ) adalah cara klasik namun efektif untuk membentuk sebuah kebiasaan ( habit ) yang baru. Jika kita telusuri, maka kehidupan kita sesungguhnya dibentuk oleh beragam kebiasaan. Lucky adalah seseorang yang menyukai masakan chinese , oleh karena sejak kecil hingga dewasa dia berulangkali (baca: lebih sering) mengonsumsi chinese food dibanding jenis lainnya. Tentu yang paling "berjasa" dalam hal ini adalah mama saya, dengan menu masakannya yang selalu membuat saya homesick :) Sebagai orangtua, saya dan istri pun mengaplikasikan "cara klasik" tersebut untuk mendidik anak kami. Kami mengajarkan dia menyapa orang lain, makan 3x sehari, dan yang paling susah hingga hari ini, mengajarkan dia tidur tepat waktu di malam hari. Maklum, ada unsur genetis di sini :) Yang jelas, apa yang kami lakukan sama seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orangtua. Jadi, tidaklah berlebihan jika ada orang pernah berkata: "Kalau mau tah

Istriku

Engkau tidak marah ketika orang lain memanggilmu Ibu Lucky,      meski nama yang diberikan orangtuamu mungkin lebih indah Engkau tidak keberatan ketika harus lebih banyak mengerjakan urusan domestik,      meski gelar akademik dan kemampuanmu tidak kurang Engkau tidak protes ketika suamimu sedang frustrasi dengan tugas-tugasnya,      meski mungkin tugas-tugasmu sebagai ibu rumah tangga tidak kalah beratnya Engkau rela tidurmu terganggu oleh teriakan dan tangisan anakmu,      meski dia tidak membawa nama keluargamu sebagai nama belakangnya Engkau rela menggantikan peran ayah ketika suamimu sedang dikejar tenggat waktu,      meski engkau sendiri pun sudah 'mati gaya' untuk memenuhi permintaan anakmu Engkau rela waktu dan perhatian suamimu acapkali lebih besar untuk anakmu,      meski engkau sudah memberikan perhatian yang tidak sedikit untuk suamimu Engkau rela keinginanmu studi lanjut ditunda lagi untuk waktu yang tidak ditentukan,      meski engkau baru saja