Skip to main content

Berikan Aku Beberapa Pelayan Tuhan yang "Jadul"


Saya harus mengakui bahwa aktivitas pelayanan di Jakarta lebih tinggi dibanding sebelumnya. Selain harus berkantor, saya dianugerahi beragam tugas yang harus diselesaikan dalam waktu dekat.  Konon katanya karena saya bukanlah orang baru di ladang ini. Namun secara sadar, saya tetap berupaya untuk tidak tenggelam dalam rutinitas.  Maka menorehkan tulisan di blog menjadi semacam "penolakan" terhadap kekuatan kesibukan yang berpotensi menumpulkaan kepekaan terhadap ke-mahahadir-an Tuhan dalam hidup saya   Dan mungkin karena aktivitas yang padat, maka tulisan yang panjang diperlukan untuk memperkuat efek "penolakan" :)

Kemarin malam, sewaktu rehat sejenak dari belajar mandiri, saya menemukan sebuah tulisan menarik.  Tulisan adalah artikel yang disumbangkan oleh Rev. Albert Ting, mantan rektor Singapore Bible College, kepada beberapa pendeta GKY yang masuk masa emeritasi atau pensiun.  Berdasarkan penelusuran, artikel ini rupanya pernah muncul di situs resmi SBC. Tulisan ini sangat berbicara kepada saya, dan saya yakin ini anugerah Tuhan.  Maka saya ingin mengutipnya di sini dan mencoba untuk menerjemahkannya secara bebas, agar bisa dinikmati oleh kalangan yang lebih luas.  Betul tulisan ini ditujukan bagi para senior saya yang sudah pensiun, dan saya masih jauh dari masa pensiun--kecuali Tuhan yang menghendakinya.  Tapi itulah poin-nya! Saya rindu agar tulisan ini menolong saya dan rekan sejawat saya (bahkan termasuk jemaat) bukan hanya setelah masuk masa pensiun, tetapi di masa-masa menyongsong pensiun, yaitu waktu-waktu sekarang ini.


I could be stereotyping. I might be outdated. I most likely am over the hill. But please, give me some old-fashioned servants of God.
I agree with Thomas Friedman that "The World is Flat" and Jim Collins that we need to move "From Good to Great." While Jack Welch expounds on "Winning" and church growth experts churn out more techniques and how-to seminars, I still want my “old-fashioned” ministers of the Gospel!
Yes, you are exposed to the amazing power of information technology. All that you need are at your fingertips. A quick browse on the internet will take you to the latest development, images, and happenings around the world. Your problem is information overload to the point of indigestion and confusion. You have more duplication, less creativity. You have less time to understand, much less to reflect or analyze.
Yes, it is a globalized world. There will be more choices for you to consider for your future ministry. “The world is my field” is at its truest sense today! But will you be able to have the staying power and long-term commitment for a lasting ministry? Can the people count on you to be there for them when the going gets tough?
Yes, modern transportation will take you anywhere at an increasingly affordable price. But do you know where you are going? I mean, are you at the right place where God wants you to be? Does it matter? Do you care if it is God’s will or do you care more about your paycheck and comfort?
Yes, it matters today to dress smart, think big, and talk positive. Image is everything and look is more important than substance.
Strategic planning and vision casting do make a difference in setting a clear path. Leadership and management do make things less complicated and causes change for the better. But is the Holy Spirit consulted? Are you becoming orators without conviction, preachers who are too relevant to be challenging in your message?
Like the rain forests in the Amazon delta giving way to development and expansion, the “old-fashioned” servants are diminishing at an alarming rate! Rare today are servants who whine less and do more, who clean up their own mess and own their responsibilities, who focus less on finding excuses and more on solving problems, who don’t mind the work but mind being abandoned by God.
They are not calculative; so expect them to be poor in mathematics. They have every intention to stay in the ministry for the long haul; so expect them to be, shall I say, not very efficient.
They stress faithfulness above success, fearing God above fearing man, integrity above attention, character above competence. So expect them to spend long hours in God’s Word and prayer.
How I miss those “old-fashioned” servants of God! As you move on, carry and develop some of the “old-fashioned” ways. It will not tarnish your image. It will only add value to your ministry. (Add value? I thought we are talking about being “old-fashioned”!)
(terjemahan)
Saya mungkin berpikir terlalu sederhana.  Saya mungkin ketinggalan zaman.  Tampaknya saya sudah menua.  Tapi tolong, berikan saya beberapa pelayan Tuhan yang “jadul.”

Saya setuju dengan Thomas Friedman bahwa “dunia ini rata,” dan juga dengan Jim Collins bahwa kita harus "mengarah dari hal yang baik ke hal yang besar."  Meski Jack Welch menjelaskan dengan detil soal “menang” dan ahli-ahli pertumbuhan gereja menelurkan lebih banyak seminar-seminar seputar tehnik dan bagaimana melakukan sesuatu, saya tetap menginginkan pelayan-pelayan Injil yang “jadul.”    

Ya, engkau terpapar dengan kekuatan menakjubkan dari teknologi informasi.  Semua yang engkau butuhkan ada di ujung jarimu.  Berselancar sejenak di internet akan membawa engkau pada perkembangan mutakhir, berbagai potret, dan peristiwa-peristiwa di berbagai belahan dunia.  Masalahmu adalah terlalu banyaknya informasi hingga engkau tidak lagi dapat mencernanya dan merasa kebingungan.  Kemampuanmu dalam menduplikasi bertambah, namun kreativitasmu berkurang.  Engkau kekurangan waktu untuk memahami, apalagi untuk merefleksikan atau menganalisis sesuatu.

Ya, ini adalah dunia yang terglobalisasi.  Engkau akan punya lebih banyak pilihan untuk dipertimbangkan bagi pelayananmu di masa depan.  “Dunia adalah ladangku,” betul-betul ide yang nyata di saat ini.  Tapi apakah engkau akan punya kekuatan untuk bertahan, yaitu komitmen jangka panjang untuk sebuah pelayanan jangka panjang?  Dapatkah jemaat yakin bahwa engkau ada untuk mereka ketika langkah hidup semakin berat?

Ya, sarana transportasi modern akan membawamu kemana saja dengan harga yang sangat terjangkau.  Tapi apakah engkau tahu arah yang dituju?  Maksud saya, apakah engkau ada di tempat yang tepat, yang dikehendaki Tuhan?  Apakah hal tersebut penting bagimu?  Apakah kehendak Tuhan penting bagimu, atau engkau lebih mementingkan gaji dan kenyamananmu?

Ya, penting di hari ini untuk berpenampilan menarik, berpikir besar, dan berbicara hal yang positif.  Citra adalah segalanya dan penampilan lebih penting dari substansi.  Perencanaan yang strategis dan kekuatan daya tangkap visi sungguh memberi pengaruh dalam memuluskan langkah ke depan.  Namun apakah engkau berkonsultasi dengan Allah Roh Kudus?  Apakah engkau sedang menjadi orator tanpa keyakinan, pengkhotbah yang terlalu dipengaruhi zaman sehingga khotbahmu tidak lagi lantang?

Ibarat hutan hujan di delta Amazon yang tergerus oleh aktivitas pengembangan dan ekspansi, jumlah pelayan-pelayan “jadul” sedang terus menurun secara tajam.  Makin langka di hari ini untuk menemukan pelayan-pelayan yang jarang mengeluh dan lebih banyak berkarya; yang membereskan kesalahan yang mereka buat dan berani bertanggungjawab; yang tidak terlalu fokus pada bagaimana mencari alasan dan lebih fokus pada mencari jalan keluar; yang tidak kuatir dengan pekerjaan tetapi kuatir ditinggalkan oleh Tuhan.

Mereka tidak kalkulatif, jadi jangan berharap mereka ahli dalam matematika.  Mereka memiliki segala kerinduan untuk bertahan dalam pelayanan untuk waktu yang lama, jadi jangan berharap mereka selalu efisien.  Mereka menekankan kesetiaan di atas kesuksesan, takut akan Allah di atas takut akan manusia, integritas di atas perhatian, karakter di atas kompetensi, jadi jangan heran jika mereka akan menghabiskan banyak waktu dengan firman Tuhan dan berdoa.

Betapa saya merindukan pelayan-pelayan Tuhan yang “jadul” tersebut.  Sebagaimana engkau melangkah maju, bawa dan kembangkanlah beberapa cara-cara yang “jadul” tadi; itu tidak akan menghilangkan citramu, sebaliknya itu akan menambah nilai-nilai dalam pelayananmu (Menambah nilai?  Saya pikir kita sedang bicara tentang menjadi “jadul!”).

Seminggu menjelang Jumat Agung 2015


Comments

Popular posts from this blog

El-Shaddai di Tengah Rapuhnya Hidup

Life is fragile!   Hidup ini rapuh!  Fakta ini kian disadari dan diakui akhir-akhir ini oleh manusia di seluruh belahan bumi.  Tidak perlu gelombang laut sedahsyat Tsunami, atau gempa bumi sebesar 9 skala Richter.  Hanya sebuah virus yang tidak kasat mata, tapi cukup digdaya untuk melumpuhkan hampir seluruh segi kehidupan, termasuk nyawa kita.  Saking rapuhnya hidup ini, sebuah virus pun sudah terlalu kuat untuk meluluhlantakkannya.  Semua kita rapuh, tidak peduli latar belakang pendidikan, ekonomi, dan sosial kita. Life is fragile!   Hidup ini rapuh!  Bagaimana kita bisa menjalani fakta ini?  Bagaimana kita bisa merangkul realitas ini, tanpa membiarkannya menggerogoti harapan hidup kita?  Tidak ada jalan lain: Kembali kepada Tuhan!  Kembali pada firman-Nya! Salah satu cara efektif yang bisa menolong kita untuk kembali kepada Tuhan dan firman-Nya adalah dengan memuji Tuhan.  Puji-pujian yang baik dapat mengarahkan, sekaligus membenamkan kita dalam kebenaran-kebenaran tentang

Habitus Memuji Tuhan

Kita semua tahu bahwa mengulang-ulang ( repeating ) adalah cara klasik namun efektif untuk membentuk sebuah kebiasaan ( habit ) yang baru. Jika kita telusuri, maka kehidupan kita sesungguhnya dibentuk oleh beragam kebiasaan. Lucky adalah seseorang yang menyukai masakan chinese , oleh karena sejak kecil hingga dewasa dia berulangkali (baca: lebih sering) mengonsumsi chinese food dibanding jenis lainnya. Tentu yang paling "berjasa" dalam hal ini adalah mama saya, dengan menu masakannya yang selalu membuat saya homesick :) Sebagai orangtua, saya dan istri pun mengaplikasikan "cara klasik" tersebut untuk mendidik anak kami. Kami mengajarkan dia menyapa orang lain, makan 3x sehari, dan yang paling susah hingga hari ini, mengajarkan dia tidur tepat waktu di malam hari. Maklum, ada unsur genetis di sini :) Yang jelas, apa yang kami lakukan sama seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orangtua. Jadi, tidaklah berlebihan jika ada orang pernah berkata: "Kalau mau tah

Lilian Natalie Susanto

“Anggota keluarga ‘Susanto’ yang mempersembahkan hidupnya dengan kemurnian,” itulah arti nama anak kami.  Lilian diambil dari bunga lily yang melambangkan “ purity ,” Natalie berasal dari kata Ibrani “ nathan ” yang berarti “ to give ,” sementara Susanto adalah nama belakang almarhum papa saya.  Ada dua alasan utama mengapa kami memberikan anak kami nama tersebut.   Alasan Praktikal: Nama pertama haruslah diawali dengan huruf “L” karena nama papanya dimulai dengan huruf “L.”  Setelah beberapa kali upaya persuasif, menyerahlah istri saya :) Nama pertama harus simple untuk ditulis karena orang Indonesia sering salah ketik/tulis nama orang lain, dan pronounciation -nya harus sama, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris (bandingkan dengan nama saya yang pelafalannya berbeda dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris; jadi bikin bingung) Nama terdiri dari tiga kata karena istri saya mau anak kami punya family name ; memang penting sih untuk mengurus dokumen-dokumen res