Skip to main content

Youth on Fire

Saya selalu terharu setiap kali berkesempatan untuk melayani anak-anak muda. Semangat mereka yang membara, kehausan mereka yang besar akan cinta Tuhan, dan keberanian mereka yang total, acap membuat saya bersyukur akan kehadiran mereka di dalam tubuh Kristus. Bukan berarti saya tidak terharu dan bersyukur ketika melihat jemaat yang senior masih setia melayani. Namun anak-anak muda membawa kesan yang spesial di hati saya. Mungkin karena saya pernah dan masih muda, dan belum menjadi tua.

Sabtu lalu (20/6), GKY merayakan penyertaan Tuhan bagi gereja-Nya selama 70 tahun. Hari itu, sekitar 6000 lebih jemaat dari berbagai lokal serta para undangan bersama-sama menyembah Tuhan yang adalah Kepala Gereja. Saya bersyukur karena di tengah-tengah masa transisi, Tuhan memberi kesempatan untuk saya boleh berbagian di dalam sukacita seluruh jemaat GKY.

Tepat di penghujung ibadah syukur, ada satu bagian yang sangat mengharukan, dan lagi-lagi ini berhubungan dengan anak-anak muda. Sekitar 500 anak muda dari berbagai GKY menyampaikan pesan penting bagi seluruh jemaat yang hadir: (1) Masa hidup manusia--khususnya anak muda--sangat singkat, seperti embun; (2) Masa hidup manusia--khususnya anak muda--penuh pergumulan; seperti perang; (3) Maka satu-satunya yang akan membuat hidup manusia tidak sia-sia adalah ketika hidup ini dipersembahkan secara total kepada Tuhan. Pesan ini bukan hanya menjadi sebuah seruan bagi gereja untuk mengasihi generasi muda, tetapi juga menjadi alarm yang mengingatkan seluruh anggota tubuh Kristus untuk mempersembahkan hidupnya kepada Tuhan. Yang paling mengharukan adalah, di akhir sekali, 7 orang anak muda yang telah menjawab panggilan Tuhan untuk masuk ke ladang-ladang misi selama setahun didoakan dan diutus. Komitmen mereka membuktikan bahwa Tuhan masih bekerja di gereja-Nya, dan masih ada anak-anak muda yang karena dibakar oleh cinta Tuhan, mau memberi hidupnya kepada Tuhan. Puji Tuhan!

Keesokkan harinya (21/6), saya bersama dengan beberapa rekan berkesempatan untuk makan malam bersama dengan 7 orang youth yang akan masuk ke ladang misi. Lagi-lagi kami dibuat terharu oleh karya Tuhan di tengah-tengah GKY yang visinya adalah menjadi gereja yang mulia dan misioner. 7 youth ini semuanya memiliki gelar sarjana dari universitas-universitas yang baik di Jakarta. Ada yang baru lulus, ada yang baru mulai bekerja dan mendapat posisi dan gaji yang baik, ada yang sedang dalam masa transisi ke pekerjaan baru. Setelah mendengar suara Tuhan memanggil, mereka serius menggumulkannya, mereka berupaya untuk meyakinkan orangtua mereka, termasuk mengajukan surat pengunduran diri ke kantor mereka. Jika ini bukan pekerjaan Tuhan, maka rasanya mustahil.

Keberanian mereka dalam menggumulkan dan memutuskan untuk menerima panggilan ini tidaklah lepas dari dukungan rekan-rekan pembina orang muda, dan khususnya dari sahabat saya, GI. Hermanto. Dia benar-benar "something to die for," rela mati-matian melayani anak-anak muda. Bayangkan, dia lebih banyak waktu untuk merencanakan dan mempersiapkan sentuhan-sentuhan spiritual di dalam dua kali latihan daripada mempersiapkan pernikahannya yang akan dilaksanakan Sabtu ini! Maka bagi rekan-rekan youth pastors, mari kita juga berani mati-matian bagi Tuhan dan bagi anak-anak muda yang Tuhan percayakan untuk kita layani, sebab untuk mereka Tuhan rela mati tersalib.

Ada satu hal yang menarik bagi saya pribadi. Salah satu dari 7 youth tersebut menceritakan bahwa Tuhan berbicara sangat kuat kepadanya sewaktu saya menantang 500 anak yang datang berlatih, agar mereka mau mempersembahkan 1 tahun ke depan untuk masuk ke ladang Tuhan. Sontak saya kaget! Spontan di pikiran saya: "Apakah untuk ini Tuhan membawa saya kembali ke Jakarta, meski hanya 6 bulan?" Terus terang, beberapa hari sebelumnya memang saya terus bertanya kepada Tuhan, apa maksud Tuhan dengan membawa saya pulang ke Jakarta sebelum saya pergi melanjutkan studi. Tentu pikiran dan perasaan saya sangat subyektif, tetapi bukan berarti tidak valid. Yang jelas, hari itu saya bersyukur untuk 2 hal: (1) Karena rencana Tuhan bukan untuk saya, tetapi untuk kemuliaan nama-Nya; (2) Karena Tuhan masih berkenan memakai saya yang penuh kelemahan ini. Anugerah yang sedemikian besar ini tidak akan bisa digantikan oleh apapun. Dan bukan hanya ucapan syukur yang keluar dari hati saya, tetapi juga kerinduan yang sama dengan 500-an anak-anak muda GKY lainnya, bahwa "kami adalah anak-anak muda yang on fire oleh karena cinta Tuhan, maka kami mau mati-matian hidup untuk Tuhan." Maju terus anak-anak muda GKY!

Memasuki tahun ke-71


Comments

Popular posts from this blog

El-Shaddai di Tengah Rapuhnya Hidup

Life is fragile!   Hidup ini rapuh!  Fakta ini kian disadari dan diakui akhir-akhir ini oleh manusia di seluruh belahan bumi.  Tidak perlu gelombang laut sedahsyat Tsunami, atau gempa bumi sebesar 9 skala Richter.  Hanya sebuah virus yang tidak kasat mata, tapi cukup digdaya untuk melumpuhkan hampir seluruh segi kehidupan, termasuk nyawa kita.  Saking rapuhnya hidup ini, sebuah virus pun sudah terlalu kuat untuk meluluhlantakkannya.  Semua kita rapuh, tidak peduli latar belakang pendidikan, ekonomi, dan sosial kita. Life is fragile!   Hidup ini rapuh!  Bagaimana kita bisa menjalani fakta ini?  Bagaimana kita bisa merangkul realitas ini, tanpa membiarkannya menggerogoti harapan hidup kita?  Tidak ada jalan lain: Kembali kepada Tuhan!  Kembali pada firman-Nya! Salah satu cara efektif yang bisa menolong kita untuk kembali kepada Tuhan dan firman-Nya adalah dengan memuji Tuhan.  Puji-pujian yang baik dapat mengarahkan, sekaligus membenamkan kita dalam kebenaran-kebenaran tentang

Habitus Memuji Tuhan

Kita semua tahu bahwa mengulang-ulang ( repeating ) adalah cara klasik namun efektif untuk membentuk sebuah kebiasaan ( habit ) yang baru. Jika kita telusuri, maka kehidupan kita sesungguhnya dibentuk oleh beragam kebiasaan. Lucky adalah seseorang yang menyukai masakan chinese , oleh karena sejak kecil hingga dewasa dia berulangkali (baca: lebih sering) mengonsumsi chinese food dibanding jenis lainnya. Tentu yang paling "berjasa" dalam hal ini adalah mama saya, dengan menu masakannya yang selalu membuat saya homesick :) Sebagai orangtua, saya dan istri pun mengaplikasikan "cara klasik" tersebut untuk mendidik anak kami. Kami mengajarkan dia menyapa orang lain, makan 3x sehari, dan yang paling susah hingga hari ini, mengajarkan dia tidur tepat waktu di malam hari. Maklum, ada unsur genetis di sini :) Yang jelas, apa yang kami lakukan sama seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orangtua. Jadi, tidaklah berlebihan jika ada orang pernah berkata: "Kalau mau tah

Lilian Natalie Susanto

“Anggota keluarga ‘Susanto’ yang mempersembahkan hidupnya dengan kemurnian,” itulah arti nama anak kami.  Lilian diambil dari bunga lily yang melambangkan “ purity ,” Natalie berasal dari kata Ibrani “ nathan ” yang berarti “ to give ,” sementara Susanto adalah nama belakang almarhum papa saya.  Ada dua alasan utama mengapa kami memberikan anak kami nama tersebut.   Alasan Praktikal: Nama pertama haruslah diawali dengan huruf “L” karena nama papanya dimulai dengan huruf “L.”  Setelah beberapa kali upaya persuasif, menyerahlah istri saya :) Nama pertama harus simple untuk ditulis karena orang Indonesia sering salah ketik/tulis nama orang lain, dan pronounciation -nya harus sama, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris (bandingkan dengan nama saya yang pelafalannya berbeda dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris; jadi bikin bingung) Nama terdiri dari tiga kata karena istri saya mau anak kami punya family name ; memang penting sih untuk mengurus dokumen-dokumen res