Skip to main content

Terima Kasih, Anakku!

"I wonder what present I will get on my birthday!" Rasanya hampir tidak percaya mendengar kalimat itu keluar dari mulut anak kami beberapa hari lalu. Ya, saya takjub melihat bagaimana dia bertumbuh begitu cepat. Saat kami pindah ke Singapore, dia masih belajar berbicara dalam bahasa Indonesia. Saat kami pindah ke Grand Rapids, dia sama sekali tidak berbicara dalam bahasa Inggris kecuali melafalkan alfabet dan angka, serta beberapa kata-kata pendek yang umum. Namun sekarang, kami sebagai orangtua sulit untuk menyimpulkan apakah dia cakap berbahasa Indonesia atau Inggris, sebab nampaknya dua bahasa tersebut berkembang secara bersamaan dalam diri anak kami. Kembali ke kalimat di atas, diam-diam dalam hati saya berkata: "Oalah nak, papamu bahkan baru bisa dan terbiasa pakai frasa 'I wonder' baru-baru ini. Eh kamu masih kecil sudah bisa ngomong 'I wonder.' Nasib!" :)

Hari ini anak kami tepat berusia 5 tahun menurut waktu Grand Rapids. Alih-alih merayakannya secara spesial, saya dan istri baru tersadar beberapa hari lalu bahwa tepat hari ini saya harus menghadiri pertemuan dengan beberapa dosen dan mahasiswa di bidang studi liturgi dari University of Notre Dame yang sedang berkunjung ke Calvin. Alhasil, saya harus melarikan diri sejenak dari makan malam bersama dengan para tamu, untuk bisa sekadar makan malam, meniup lilin, dan berdoa bersama untuk anak kami. Setelah itu, saya harus buru-buru kembali ke pertemuan, dan dilanjutkan dengan bekerja di seminari. Untunglah dia terhibur dengan birthday present yang memang sudah kami siapkan sejak beberapa waktu lalu.

Itulah sebabnya saya menyempatkan diri untuk menorehkan sesuatu di blog ini. Selain ucapan selamat ulang tahun, saya ingin mengatakan: "Terima kasih, anakku!  Terima kasih karena dengan segala kepolosanmu, kamu tidak marah ketika papamu tidak bisa menghabiskan waktu yang banyak denganmu di hari ulang tahunmu. Terima kasih karena rela mengikuti papamu berpindah-pindah, sehingga kamu harus merayakan 4 kali ulang tahunmu tidak di tanah kelahiranmu. Dan di atas semuanya, terima kasih karena lewat kamu, Tuhan mendidik papa dan mama dalam banyak hal. One day, when you read this note, we hope that you will know how much we are grateful to be your parents."

Grand Rapids, October 17, 2016
On Your 5th Birthday




Comments

Popular posts from this blog

El-Shaddai di Tengah Rapuhnya Hidup

Life is fragile!   Hidup ini rapuh!  Fakta ini kian disadari dan diakui akhir-akhir ini oleh manusia di seluruh belahan bumi.  Tidak perlu gelombang laut sedahsyat Tsunami, atau gempa bumi sebesar 9 skala Richter.  Hanya sebuah virus yang tidak kasat mata, tapi cukup digdaya untuk melumpuhkan hampir seluruh segi kehidupan, termasuk nyawa kita.  Saking rapuhnya hidup ini, sebuah virus pun sudah terlalu kuat untuk meluluhlantakkannya.  Semua kita rapuh, tidak peduli latar belakang pendidikan, ekonomi, dan sosial kita. Life is fragile!   Hidup ini rapuh!  Bagaimana kita bisa menjalani fakta ini?  Bagaimana kita bisa merangkul realitas ini, tanpa membiarkannya menggerogoti harapan hidup kita?  Tidak ada jalan lain: Kembali kepada Tuhan!  Kembali pada firman-Nya! Salah satu cara efektif yang bisa menolong kita untuk kembali kepada Tuhan dan firman-Nya adalah dengan memuji Tuhan.  Puji-pujian yang baik dapat mengarahkan, sekaligus membenamkan kita dalam kebenaran-kebenaran tentang

Habitus Memuji Tuhan

Kita semua tahu bahwa mengulang-ulang ( repeating ) adalah cara klasik namun efektif untuk membentuk sebuah kebiasaan ( habit ) yang baru. Jika kita telusuri, maka kehidupan kita sesungguhnya dibentuk oleh beragam kebiasaan. Lucky adalah seseorang yang menyukai masakan chinese , oleh karena sejak kecil hingga dewasa dia berulangkali (baca: lebih sering) mengonsumsi chinese food dibanding jenis lainnya. Tentu yang paling "berjasa" dalam hal ini adalah mama saya, dengan menu masakannya yang selalu membuat saya homesick :) Sebagai orangtua, saya dan istri pun mengaplikasikan "cara klasik" tersebut untuk mendidik anak kami. Kami mengajarkan dia menyapa orang lain, makan 3x sehari, dan yang paling susah hingga hari ini, mengajarkan dia tidur tepat waktu di malam hari. Maklum, ada unsur genetis di sini :) Yang jelas, apa yang kami lakukan sama seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orangtua. Jadi, tidaklah berlebihan jika ada orang pernah berkata: "Kalau mau tah

Lilian Natalie Susanto

“Anggota keluarga ‘Susanto’ yang mempersembahkan hidupnya dengan kemurnian,” itulah arti nama anak kami.  Lilian diambil dari bunga lily yang melambangkan “ purity ,” Natalie berasal dari kata Ibrani “ nathan ” yang berarti “ to give ,” sementara Susanto adalah nama belakang almarhum papa saya.  Ada dua alasan utama mengapa kami memberikan anak kami nama tersebut.   Alasan Praktikal: Nama pertama haruslah diawali dengan huruf “L” karena nama papanya dimulai dengan huruf “L.”  Setelah beberapa kali upaya persuasif, menyerahlah istri saya :) Nama pertama harus simple untuk ditulis karena orang Indonesia sering salah ketik/tulis nama orang lain, dan pronounciation -nya harus sama, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris (bandingkan dengan nama saya yang pelafalannya berbeda dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris; jadi bikin bingung) Nama terdiri dari tiga kata karena istri saya mau anak kami punya family name ; memang penting sih untuk mengurus dokumen-dokumen res