Skip to main content

Berbagi Cerita

Kira-kira beberapa jam yang lalu, di hari Senin minggu yang lalu (12/8), kami meninggalkan Jakarta. Lepas landasnya pesawat All Nippon Airways (NH 836) jam 6.15 pagi, menandai dimulainya sebuah babak baru bagi kami sekeluarga. Oleh anugerah Tuhan dan dukungan anak-anak Tuhan di GKY Mangga Besar, kami berangkat menuju sebuah sekolah yang sudah kami doakan sejak beberapa tahun yang lalu, yaitu Calvin Theological Seminary di Grand Rapids, Michigan, USA.

Rute pertama penerbangan kami adalah dari Jakarta menuju Narita, Jepang. Bolak-balik kami melihat jam tangan, kok sepertinya jarumnya bergerak amat sangat lambat. Maklum ini adalah perjalanan pertama kami dengan pesawat terbang yang durasinya melebihi 3 jam. Setelah 7,5 jam, tibalah kami di Narita. Selain toilet, hal pertama yang kami cari adalah free wi-fi, supaya bisa memberi kabar kepada keluarga di Balikpapan dan Malang.

Rasanya belum puas kaki ini menjejak di darat, kami sudah harus terbang lagi. Setelah transit di Narita selama 1 jam 20 menit, rute selanjutnya adalah menuju menuju Chicago. Meski sudah lebih bisa menerima kenyataan bakalan "lumutan" di pesawat, tetap saja rasanya jarum jam enggan bergeser. Ditambah lagi saya tidak bisa tidur. Untunglah istri dan anak bisa tertidur nyenyak.

Jam 14.45, tibalah kami di terminal 5 Chicago O'hare International Airport. Kali ini wajah saya benar-benar lecek, dan fisik saya mulai "disorientasi." Artinya di Jakarta sudah jam 2.45 subuh, dan saya belum tidur barang 2 jam sekalipun. Ditambah dengan antrian immigration and custom clearance yang super amat panjang, serta dikombinasi dengan rasa kuatir bakalan ditanya macam-macam, maka mulailah saya merasa masuk angin. Biasa, penyakit orang kurus :) Puji Tuhan, proses keimigrasian berjalan sangat amat lancar. Barang bawaan kami pun tidak ada yang dibongkar.

Kami langsung menuju terminal 1, sebab kami harus melanjutkan penerbangan lagi dengan pesawat domestik menuju ke Grand Rapids. Di sinilah satu-satunya hambatan kami alami. Pesawat kami ditunda keberangkatannya hingga nyaris 4 jam. Badan ini benar-benar sudah tidak karuan rasanya. Kami sudah lupa kapan seharusnya makan, apakah makan siang atau malam. Kami juga bingung apakah sekarang waktunya bangun atau tidur. Yang jelas, setiap kali duduk, mata otomatis menutup.

Jam 12 malam waktu Grand Rapids (Jakarta: 11 pagi), kami akhirnya mendarat di Gerald R. Ford International Airport. Bersyukur ada rekan sesama mahasiswa Indonesia yang menjemput dan menyiapkan makan malam untuk kami di rumahnya. Entah apa jadinya jika tidak ada mereka. Setelah makan, kami buru-buru masuk ke apartemen. Rasanya mimpi kami akhirnya sudah berada di belahan bumi yang lain. Sejak malam itu, dimulailah hari-hari kami di negeri Paman Sam.

Hari ini, tepat seminggu kami ada di Grand Rapids. Atas pertolongan Tuhan dan rekan di sini, kami sudah berhasil membereskan urusan-urusan penting seperti melapor ke sekolah, membuka rekening bank lokal, membeli mobil bekas, dan menemukan gereja. Tuhan bahkan memberikan bonus bagi kami. Kemarin (Sabtu 15/8), kami diundang oleh mantan dekan kemahasiswaan, Rev. Rich Sytsma, untuk makan malam di rumahnya. Kebaikan mereka betul-betul membuat kami merasakan penyertaan Tuhan. Tuhan tahu kami tidak bisa sendiri. Maka dia memberi keluarga baru untuk kami di sini.

Masih ada waktu seminggu bagi kami untuk beres-beres rumah. Senin depan, kegiatan sekolah akan dimulai dengan orientasi bagi mahasiswa internasional, dan dilanjutkan dengan orientasi bagi seluruh mahasiswa baru di minggu berikutnya.

Terima kasih untuk keluarga kami yang rela melepaskan kami untuk sesaat pergi jauh dari mereka. Terima kasih untuk keluarga besar kami yang mendukung dan mendoakan kami: GKY Mangga Besar, GKY Singapore, serta sahabat-sahabat kami. Kiranya Tuhan memberkati saudara sekalian sebagaimana Ia memberkati kami di sini.

Grand Rapids, 16 Agustus 2015

Lucky, Selena, Lilian



  

Comments

  1. Kami doakan. TUHAN terus berikan semangat dan sukacita memulai sesuatu yg baru bersama DIA YESUS TUHAN YANG SETIA.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thanks Kak Amy. Tuhan berkati kalian sekeluarga juga.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

El-Shaddai di Tengah Rapuhnya Hidup

Life is fragile!   Hidup ini rapuh!  Fakta ini kian disadari dan diakui akhir-akhir ini oleh manusia di seluruh belahan bumi.  Tidak perlu gelombang laut sedahsyat Tsunami, atau gempa bumi sebesar 9 skala Richter.  Hanya sebuah virus yang tidak kasat mata, tapi cukup digdaya untuk melumpuhkan hampir seluruh segi kehidupan, termasuk nyawa kita.  Saking rapuhnya hidup ini, sebuah virus pun sudah terlalu kuat untuk meluluhlantakkannya.  Semua kita rapuh, tidak peduli latar belakang pendidikan, ekonomi, dan sosial kita. Life is fragile!   Hidup ini rapuh!  Bagaimana kita bisa menjalani fakta ini?  Bagaimana kita bisa merangkul realitas ini, tanpa membiarkannya menggerogoti harapan hidup kita?  Tidak ada jalan lain: Kembali kepada Tuhan!  Kembali pada firman-Nya! Salah satu cara efektif yang bisa menolong kita untuk kembali kepada Tuhan dan firman-Nya adalah dengan memuji Tuhan.  Puji-pujian yang baik dapat mengarahkan, sekaligus membenamkan kita dalam kebenaran-kebenaran tentang

Habitus Memuji Tuhan

Kita semua tahu bahwa mengulang-ulang ( repeating ) adalah cara klasik namun efektif untuk membentuk sebuah kebiasaan ( habit ) yang baru. Jika kita telusuri, maka kehidupan kita sesungguhnya dibentuk oleh beragam kebiasaan. Lucky adalah seseorang yang menyukai masakan chinese , oleh karena sejak kecil hingga dewasa dia berulangkali (baca: lebih sering) mengonsumsi chinese food dibanding jenis lainnya. Tentu yang paling "berjasa" dalam hal ini adalah mama saya, dengan menu masakannya yang selalu membuat saya homesick :) Sebagai orangtua, saya dan istri pun mengaplikasikan "cara klasik" tersebut untuk mendidik anak kami. Kami mengajarkan dia menyapa orang lain, makan 3x sehari, dan yang paling susah hingga hari ini, mengajarkan dia tidur tepat waktu di malam hari. Maklum, ada unsur genetis di sini :) Yang jelas, apa yang kami lakukan sama seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orangtua. Jadi, tidaklah berlebihan jika ada orang pernah berkata: "Kalau mau tah

Lilian Natalie Susanto

“Anggota keluarga ‘Susanto’ yang mempersembahkan hidupnya dengan kemurnian,” itulah arti nama anak kami.  Lilian diambil dari bunga lily yang melambangkan “ purity ,” Natalie berasal dari kata Ibrani “ nathan ” yang berarti “ to give ,” sementara Susanto adalah nama belakang almarhum papa saya.  Ada dua alasan utama mengapa kami memberikan anak kami nama tersebut.   Alasan Praktikal: Nama pertama haruslah diawali dengan huruf “L” karena nama papanya dimulai dengan huruf “L.”  Setelah beberapa kali upaya persuasif, menyerahlah istri saya :) Nama pertama harus simple untuk ditulis karena orang Indonesia sering salah ketik/tulis nama orang lain, dan pronounciation -nya harus sama, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris (bandingkan dengan nama saya yang pelafalannya berbeda dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris; jadi bikin bingung) Nama terdiri dari tiga kata karena istri saya mau anak kami punya family name ; memang penting sih untuk mengurus dokumen-dokumen res